Yay!!! It's getting closer to my due date of labor!!
So, this is the time when everything is going to be so exciting.. Habis libur Idul Fitri kemarin, aku sudah mulai mencicil belanja kebutuhan perlengkapan bayi. Seperti popok kain, perlak, bedong, sepatu bayi, baju bayi, topi bayi dan perlengkapan lainnya. Memang masih belum banyak sih. Tapi setidaknya, aku beli kebutuhan yang paling mendasar dulu.
Oia, masih berbicara tentang kontrol hamil menggunakan BPJS, di postingan Update With Me yang lalu, aku menjelaskan bahwa aku diharuskan untuk menemui dr. SpM alias dokter spesialis mata untuk memeriksa keadaan mataku yang minus tinggi ini apakah bisa "diajak" untuk lahiran normal atau tidak. Ini sudah tanggal 23 Juli dan sudah memasuki minggu ke 36. Dokter yang kali ini praktek adalah dr. Prima dan aku sudah sampai di RS faskes tingkat 2 sejak jam 9 pagi.
Dokter mulai praktek sekitar jam 10 tp pada kenyataannya aku baru dipanggil sekitar jam 12 lewat dengan nomor antrian 12. Sayangnya, di dalam ruangan praktek kami hanya konsultasi biasa alias ngobrol-ngobrol doank karena ternyata fasilitas tidak memadai untuk cek retina. Berhubung dr. Prima tidak banyak mengetahui fasilitas cek retina mata dengan menggunakan BPJS, jadilah beliau merujuk ke RSUD Bekasi.
Selesai konsultasi, aku dan suami masih di RS beberapa lama untuk browsing di internet ke sana kemari untuk mengetahui apakah di RSUD Bekasi ada fasilitas cek retina di poli mata, namun hasilnya nihil. Akhirnya kami memutuskan untuk memilih cek retina mata dengan biaya pribadi ke Jakarta Timur Eye Center (JTEC) di RS. Harapan Bunda. Pilihan itu karena lokasinya paling dekat di antara pilihan kami yang lain: JEC dan Klinik Mata Nusantara.
Pada 27 Juli 2015, datanglah kami ke JTEC di RS. Harapan Bunda pada pukul 09:30 WIB. Sudah lumayan ramai di sana, dengan mayoritas pengunjung (yang aku asumsikan pasien juga) yang sudah pada tua. Jadi malu sendiri eike bok! Masih umur segini tapi masalah pada mata uda tergolong serius. Setelah selesai daftar, aku dan suami menunggu di sofa-sofa empuk yang berwarna krem itu. Walaupun tergolong ramai, tp cukup nyaman kok dan aku perhatikan pelayanan perawat-perawatnya juga baik terhadap pasien.
[caption id="attachment_3170" align="aligncenter" width="822"] Jakarta Timur Eye Center[/caption]
Lalu aku dipanggil ke ruang refraksi untuk mengecek kondisi tensi mata, ukuran myopia dengan mesin dan dengan manual tuh yang pake sebut-sebut angka dan huruf di dinding. Setelah itu menunggu lagi selama beberapa lama dan akhirnya disuruh masuk ke ruang tunggu khusus dengan cahaya lampu yang redup dan hanya diisi dengan 4 sofa berkapasitas 3 orang per sofa plus 2 kamar kecil sesuai gender. Di sana, perawat cowok memberi instruksi ke aku bahwa aku perlu ditetes matanya oleh cairan pembesar pupil. Cairan ini akan ditetes per 10 menit sampai pupil aku sebesar retina. Tetesan pertama pun dimulai... daaan perih ye bookk... Perihnya itu kayak mata kering kerontang merah gitu deh. Tapi ini ga merah dan ga kering. Pokoknya abis tetes aku diminta untuk memejamkan mata hingga perihnya hilang. Posisi tetesan pertama waktu itu sekitar jam 11:30 WIB dan aku uda kelaperan..
[caption id="attachment_3168" align="aligncenter" width="388"] Eye Checking[/caption]
Sampai 5 kali tetes dan sampai pukul 13:30, pupil mataku hanya melebar sekitar 3/8 retina. Padahal seharusnya full bulatan penuh. Setelah tetes terakhir, gak berapa lama aku dipanggil oleh perawat cowok yang tadi untuk menemui dokter tapi ga langsung ke ruangan prakteknya, melainkan ruangan lain dengan 1 tempat tidur pasien. Oia, dokter yang menanganiku namanya dr. Okky. Di ruangan itu, dengan kondisi mata burem dan sensitif dengan cahaya, mata disinari senter dengan kekuatan bulan! Eh maksudnya, kekuatan penuh. Mungkin aja sih sebenernya ga kekuatan penuh itu lampu senternya. Cuma berhubung pupil eike pan lagi lebar-lebarnya itu ye bokk jadilah pedih banget kena cahaya. Silau abisssss... bawannya pengen merem aja.
[caption id="attachment_3169" align="aligncenter" width="600"] Ruang Pemeriksaan[/caption]
Periksanya juga cuma: "Lihat ke depan, lihat ke kanan, lihat ke kiri, lihat serong kanan, lihat serong kiri, la la la la la la la la la la la" hehehe. Diantara lampu senter dan mataku, terdapat sejenis kaca pembesar. Mungkin itu media untuk dr. Okky melihat ke dalamnya mataku. Hyaaahh... hehehehe. Ga lama sih, tapi cukup bikin eike keringetan sampe ditanya "Kok keringetan, emang panas ya?" Sama dokternya. Ya maap dok, jidat saya emang bagian tubuh paling pertama yang ngeluarin keringet no matter what! Wkwkwk. Setelah itu dr. Okky pun meminta untuk ke ruang prakteknya. Fyuh, lega nih.. ternyata sudah berakhir penderitaan gw.
But WAAAAIIIITTTT...........
Ternyata "penyiksaan" belum berakhir!!! Di ruangan dokter pun, aku diharuskan untuk menghadap sebuah alat yang ternyata (hiks hiks) merupakan (hiks hiks) alat penyinaran juga. Tapi kali ini terhubung dengan komputer jadi mataku keliatan di layar monitor. Ya aku ga begitu ngeh juga sih, cuma yang bilang gitu suami. Cara meriksanya pun juga sama, seperti yang di ruangan sebelumnya tapi karena ini luas sinar lampunya lebih kecil dari sebelumnya, jadilah makin fokus masuk ke mata dan otomatis makin silau dan pedih. Ditambah, pemeriksaan ini lebih lama ketimbang sebelumnya.
Setelah itu, disimpulkan bahwa terdapat penipisan syaraf pada syaraf mataku. Bukan syaraf mataku yang sudah tipis ya. Jadinya dokter pun menyarankan untuk laser retina. Menurut penjelasannya, syaraf mata itu seperti balon yang belum ditiup. Kalau ga direnggangkan ya ga keliatan kalau ada permukaan yang tipis, pas direnggangkan baru keliatan. Ketika ga direnggangkan lagi, ya ga keliatan lagi, tp begitu direnggangkan kedua kalinya, permukaan yang tipis tadi jadi bolong. Begitulah kira-kira. Dan laser retina membantu "menambal" supaya rekat dan ga jadi tipis beneran. Prosedurnya juga sebentar, hanya 10 menit dan hanya duduk seperti proses cek retina mataku yang terakhir barusan.
Tapi berhubung kunjungan kami ke sini untuk mengetahui kesehatan mata agar bisa lahiran normal, jadilah kami minta ke dr. Okky untuk menjawab rujukan yang kami bawa. Katanya: Mungkin saja dari segi kebidanan, terdapat kasus masalah kesehatan mata dengan minus tinggi setelah melahirkan normal tapi kalau dari segi medis mata tidak ada hubungan antara minus tinggi dengan melahirkan normal. Jadi kalau dari pihak saya, ga masalah mau melahirkan normal. Sekarang sudah tinggal dari dokter SpOGnya yang menentukan apakah ibu harus partus normal atau SC.
Dan beliaupun menulis jawaban rujukan ke dr. Rahayu, dokter kandungan yang memeriksa aku di RS faskes tingkat 2, sambil bertanya: yang jadi pertanyaan saya, kenapa ibu baru cek retina sekarang? (Hyah dok, ini aja baru disuru sama SpOGnya.)
Kalau menurut perawat yang cowok tadi sih, harusnya cek retina itu dilakukan pada kehamilan minggu ke 32. Well, yang penting sekarang eike uda tahu jawabannya. Seperti, malaikat sudah tau, siapa yang jadi juaranyaaaaa...
Rangkuman:
09:30 - 09:45 > sampai di JTEC dan mendaftar sebagai pasien baru.
10:00 - 10:30 > refraksi mata dan cek tensi mata.
11:00 - 13:00 > mata ditetes agar pupil mata membesar.
13:30 - 14:00 > pengecekan retina mata dan konsultasi.
14:00 > proses di kasir dan ambil kartu berobat.
Sekian dulu laporan cek retina mataku ya. Nantikan update with me selanjutnya featuring dokter SPOG. Hehehe. Thanks..
xoxo~~
Fiarevenian
Mba cek retinanya pake bpjs ya? Minta rujukan ke puskes dulu kah?
BalasHapusSy jg mau lahiran kormal n harus cek retina dulu kata dokter uag di bidan saya.
Aku ga pakai BPJS untuk cek retina mata, mbak. Biaya sendiri. Kemungkinan bisa aja sih pakai BPJS tapi biasanya akan disuruh ke rumah sakit umum daerah, yang mana itu akan membutuhkan waktu lagi karena pasti antriannya akan lebih panjang. Sementara aku kan berpacu dengan waktu karena sudah mendekati due date lahiran.
BalasHapustarifnya pas cek retina berapa y mba
BalasHapusSaya lupa tepatnya, mbak. Kurang dari Rp500,000 sih seinget saya.
BalasHapus