Hello Invaders,
Kali ini aku mau update tentang kehamilan 38w ku yang kedua. Buat kalian yang belum baca bagian pertama, silahkan klik di sini ya untuk mengetahui awal ceritanya.
Dikarenakan kali ini sudah memasuki tahap akhir trisemester ke 3 dan artinya sudah mulai detik-detik kelahiran sang jabang bayi, maka frekuensi kontrol pun dipertingkat menjadi seminggu sekali. Oleh karena itu pada tanggal 4 Agustus 2015, aku mendatangi bidan yang biasa memeriksakan aku.
[caption id="attachment_3193" align="aligncenter" width="436"] Ready to see the baby[/caption]
Di sini, aku melakukan pemeriksaan awal standar yang mana itu adalah diukur panjang perut, berat badan ibu, dan juga detak jantung bayi. Pada saat ini situasi masih tergolong adem ayem. Namun, ketika masuk sesi ngobrol alias konsultasi, ini lah saatnya yang ditunggu-tunggu. Hehehehe.
Bidan bertanya, kenapa aku kembali lagi ke faskes 1 karena seingat beliau, tanggal 14 Juli 2015 sudah dirujuk untuk menemui dokter SpOg di faskes 2. Lalu aku berikan detil bahwa:
1. Aku sudah memeriksakan kehamilanku ke dokter SpOG pada 30 Juli 2015 dengan hasil kondisi janin yang baik.
2. Sudah memeriksakan keadaan mataku (cek retina mata) pada 27 Juli 2015 dan walaupun menurut dokter mata bahwa syaraf mataku sudah menunjukan adanya penipisan retina dan dianjurkan untuk laser retina, namun dari segi medis bagian mata tidak ada hubungannya antara partus normal dengan minus mata tinggi hingga menyebabkan retina terlepas. Aku juga tunjukan copy surat jawaban tertulis dari dokter matanya.
3. Setelah ngobrol dengan dokter SpOG, beliau tidak mempermasalahkan aku memilih partus normal sehingga aku "dikembalikan" untuk kontrol ke faskes 1.
Sehabis mendengarkan penjelasanku, seakan bu Bidan agak kehabisan kata dan sedikit adu argumentasi terhadapku dengan mengatakan bahwa beliau tidak sanggup membantuku menangani jalan partus normal yang aku pilih dikarenakan resiko yang akan dia hadapi nanti menurut asumsi dia justru akan memberatkan aku. Bu bidan juga bilang, kemungkinan mata buta juga akan terjadi ketika aku mengejan pada saat partus normal. Selain itu, dikarenakan aku menggunakan fasilitas BPJS di klinik ini, maka pada kasus aku, kelahiran melalui partus normal akan dilakukan di rumah bidan, yang mana bu bidan sendiri juga buka praktek di rumah.
Jujur aja sih, setelah mendengar kata-kata bu bidan, aku sedikit down dan malah makin galau. Aku merasa tidak ada dukungan untuk bisa partus normal. Everybody said that I must take SC. Sudah 3 bidan yang mengatakan bahwa aku memiliki kehamilan yang beresiko dan resiko itu bukanlah pada bayi yang aku kandung namun ada pada diriku. Resiko tersebut, jika memang aku tidak mempertimbangkannya, ya pastinya akan dijalani oleh ku; bukan oleh dokter mata yang mengatakan bahwa secara keilmuan medis tidak ada hubungannya antara minus tinggi dengan mengejan pada partus normal; bukan pula pada dokter SpOG yang seakan tidak masalah karena aku memilih partus normal; tidak juga oleh suamiku yang juga pro partus normal. Ditambah, menurut bu Bidan, indikasi SC susah terlihat karena pada ukuran kehamilan pada minggu ini kepala bayi belum masuk panggul.
Well, setelah telpon-telponan dan debat kusir di BBM dengan suamiku, akhirnya diputuskan bahwa keesokan harinya, pada 5 Agustus 2015, aku kembali ke RS di faskes 2 untuk menemui dokter SpOG. Singkat cerita, kami ceritakan semua yang kami dengar dari bu Bidan. Pada saat ini, yang menceritakannya adalah suamiku, sementara aku sudah berbaring di tempat tidur pasien untuk prosesi USG. Kesimpulan USG pada kali ini adalah:
1. Kepala bayi sudah di bawah, namun belum masuk panggul.
2. BBJ sudah 3,2KG (naik 100gr dari pemeriksaan sebelumnya).
3. Detak jantung janin 164 dimana keadaan normal adalah 120-160. Nilai ini agak lebih tinggi sehingga dokter menanyakan apakah aku ada riwayat penyakit diabetes atau tidak. Aku jawab tidak, namun aku menduga karena ini aku baru ngemil (menggantikan makan siang. Cemilannya juga cuma berupa gorengan martabak 1 buah dan glazzy donut 1 buah yang aku beli di kantin rumah sakit). Kata dokter, bisa juga sih kemungkinan dari situ. Akhirnya aku disaranin untuk tetap jalan pagi supaya kena sinar matahari yang rangenya dari jam 7 hingga jam 10 untuk menormalkan detak jantung janin.
4. Secara keseluruhan, kondisi bayi (Alhamdulillah) dikategorikan normal. Namun karena saat ini kondisi sang ibu yang juga harus jadi prioritas maka akhirnya sang dokter pun setuju untuk membantu prosesi kelahiran secara SC.
[caption id="attachment_3194" align="aligncenter" width="359"] Cilik mentik[/caption]
Alhamdulillah, seneng aku dengernya. Bukan karena akhirnya SC, tapi lebih ke pada akhirnya aku sudah diberi jalan terang oleh Allah bahwa SC lah yang harus aku jalani. Jujur aja, pada tahap ini pikiranku sudah kalut. Malah sudah bingung banget, ga tau lagi musti gimana, dan pasrah. Apapun yang Allah kasih ke aku, insya Allah aku terima dengan lapang. Ga enak tau, uda dekat-dekat masanya lahiran tapi masih tek-tok nentuin gw mau lahiran normal apa sesar.. Hhhhh...
Komentar
Posting Komentar
Gimana menurut kalian?